Senin, 03 Desember 2012

1 dari 5 Karyawan Selingkuh dengan Bos Demi Jabatan


 Cinta lokasi tidak hanya terjadi di lokasi syuting, tetapi juga di tempat kerja lainnya. Di kantor Anda menghabiskan hampir seluruh waktu produktif Anda. Sangat mungkin di sela-sela pembahasan soal pekerjaan itu, Anda juga membahas soal perasaan-perasaan Anda.

Di kantor-kantor pula, para karyawan kabarnya rela berselingkuh dengan atasannya untuk melicinkan jalan agar naik jabatan. Survei dari staffbay.com mengungkapkan, 20 persen karyawan akan mempertimbangkan untuk "tidur" dengan atasannya bila hal itu membuatnya dipromosikan.

Di luar dugaan, kecenderungan itu lebih banyak terjadi pada kaum pria daripada wanita. Sebanyak 30 persen pria bersedia "tidur" dengan si bos (wanita, tentunya!) demi promosi jabatan. Sedangkan kaum wanita yang rela melakukannya hanya 8 persen.

"Hasil survei ini sangat mengejutkan, khususnya melihat perbedaan besar antara perilaku pria dan wanita mengenai hal ini," papar Tony Wilmot, pendiri staffbay.com.

Sebanyak 5.000 pencari kerja dilibatkan dalam jajak pendapat dari situs lowongan kerja ini. Mereka ditanya mengenai harapan dalam karier, dan 7 persen di antaranya mengaku sudah pasti rela "tidur" dengan atasan untuk mengamankan jabatan yang diincar. Kemudian, 12 persennya tanpa ragu mengatakan bahwa hal itu pastinya merupakan sesuatu yang akan dipertimbangkan.

Dari pengalaman banyak orang, sebenarnya menjalin hubungan dengan rekan kerja -apalagi dengan bos- bukanlah sesuatu yang ideal. Terlepas dari kegembiraan karena bisa bertemu kekasih setiap saat, banyak juga situasi buruk yang bisa mengancam hubungan Anda. Yang terutama, Anda akan menjadi bahan gunjingan rekan kerja yang lain. Kemudian ketika hubungan tak berlanjut, situasi Anda dan si mantan akan serba canggung.

Itu sebabnya, Wilmot mengatakan bahwa hubungan asmara di kantor memang bukan langkah yang cerdas.

"Affair di kantor itu bukan ide yang bagus karena manajer senior sudah memiliki posisi pemegang kekuatan, dan karena itu tidak ada jaminan bahwa mereka akan terus berada dalam posisi tawar-menawar," katanya.

Ketika Anda sudah mengorbankan perasaan Anda demi mengambil hati si bos, dan ternyata tidak ada hasilnya, hal ini juga menjadi satu masalah baru bukan?

Kalau Senior Jadi Bawahan


Menjadi pribadi berprestasi di dunia kerja bisa terjadi pada siapa saja, termasuk junior yang belum lama bekerja pada suatu perusahaan. Usia tak selalu menjadi ukuran kesuksesan dalam karier, tapi kemampuan dan kualitas diri lah yang menentukan. Kalau Anda, sang junior memiliki prestasi cemerlang dan berhasil meraih promosi jabatan untuk memimpin para senior, tak perlu sungkan.

Terpilihnya Anda sebagai atasan bukan tanpa alasan. Majulah dengan percaya diri sebagai pemimpin dan tunjukkan bahwa Anda memang layak memimpin dengan kerendahan hati.
Billy Boen, pengusaha muda pemilik kafe ternama di Jakarta, telah melewati masa ini. Kepada Kompas Female, Billy berbagi pengalamannya. Tahu apa passion-nya dan memahami apa yang menjadi impiannya, mendorong Billy sukses dalam karier di usia muda.

Tak hanya bermimpi, Billy mewujudkan impiannya dengan aksi, menyelesaikan pendidikan S2 di usia 22. Pengusaha lulusan Utah State University dan State University of West Georgia di Amerika Serikat ini tak membuang waktunya. Selain didorong keinginan masa kecil menjadi bos, upayanya menyelesaikan pendidikan dalam waktu singkat menjadi aksi nyata demi meraih sukses. Tentunya didukung pula oleh sistem pendidikan yang membantunya lebih percaya diri, berkat mentoring dan coaching menjelang kelulusannya sebagai mahasiswa S1 Manajemen di Amerika.

Dengan berbagai kesiapan dan kualitas diri, Billy sukses menjadi general manager pada usia 26, dengan memimpin 240 karyawan. Pada usia 29, kariernya semakin cemerlang dengan menjadi direktur di perusahaan berbeda, memimpin 500 karyawan.
Dalam perjalanan kariernya, penulis buku Young On Top ini juga berpengalaman menjadi atasan untuk para seniornya. Prestasi yang membuat Billy berhasil meraih jabatan tinggi. Prestasi juga lah yang membuat junior mendapatkan penghargaan dari bawahan senior.

"Trust dan respect itu didapat dari prestasi. Jangan sekadar berharap dihargai, tapi upayakan penghargaan itu dari orang lain termasuk bawahan senior. Penghargaan dari orang lain akan muncul jika memang kita layak mendapatkannya, dengan menunjukkan bahwa kita bisa menjadi pemimpin," jelasnya di sela peluncuran program transformasi pria ala Nivea for Men di Jakarta.

Memimpin tim dari berbagai lapisan usia menjadi tantangan bagi pemimpin muda. Untuk berhasil menjalaninya, Billy memberikan saran. Bersikap rendah hati menjadi kuncinya. "Apa untungnya bersikap sombong, tidak akan ada yang mendengarkan kalau sombong," jelasnya.
Kepribadian baik dalam berperilaku merupakan faktor utama dalam kesuksesan seseorang dalam karier. Namun pengetahuan juga penting. Buka wawasan, dan berpikiran lah lebih terbuka, termasuk dengan mendengarkan apa kata senior yang menjadi bawahan, saran Billy.

"Senior punya pengalaman yang jauh lebih banyak, jadi jangan sungkan belajar dari mereka," lanjutnya.
Lagi-lagi perilaku punya peran penting terhadap kesuksesan karier seseorang. Bersikaplah dengan penuh rasa penghargaan kepada siapa saja dalam hal terkecil sekali pun. Sikap seperti ini akan memudahkan seorang junior yang menjalankan peran sebagai atasan para senior.

Hal yang tak kalah penting, lakukan pekerjaan dengan maksimal bersama tim. Buktikan bahwa Anda sebagai junior juga mampu menjadi pemimpin, menghargai pekerjaan tim Anda. Prestasi kerja menjadi ukuran penting agar Anda, si junior yang menjadi atasan, mendapatkan penerimaan bahkan dukungan dari seluruh anggota tim kerja Anda.

Agar Si Introver Punya Karier Cemerlang

Beberapa hal yang menonjol dari kepribadian intorver adalah enggan menjadi pusat perhatian, cenderung pendiam dan kurang berani "bersuara". Ketika orang lain mungkin bersemangat mengejar mimpi dan posisi, dia adem ayem saja dengan "dunianya". 

Di dunia kerja, kepribadian seperti ini di anggap kurang menarik. Itu sebabnya banyak kesempatan enggan mampir pada si introver. Nah, agar langkah karier tidak terhambat gara-gara kepribadian kita yang tertutup, simak saran dari Nancy Ancowitz, penulis buku Self Promotion for Introvert.

"Mana Suaranya?"
Salah satu ciri yang menonjol dari introver adalah pemalu. Ini ditunjukkan dengan volume suara yang kecil, bahkan nyaris sayup-sayup dan tidak menyakinkan. Akibatnya, lawan bicara membutuhkan konsentrasi penuh agar bisa mendengar suara Anda. Nah, untuk meningkatkan volume suara agar lebih terdengar dan jelas, cobalah berlatih. 

Jangan mengangkat alis dulu, latihan vokal tidak hanya berguna untuk penyanyi, kita pun membutuhkannya. Sering-seringlah latihan berbicara lebih keras. Berteriak? boleh, tapi di tempat yang sepi. Gunakan tape recorder agar kita bisa mengevaluasi apakah volume suara sudah meningkat atau belum. "Anda tak bisa menjual diri, jika suara Anda sangat kecil, tak terdengar, dan terkesan ragu-ragu," ungkap Nancy.

Jelaskan dengan dataOrang introver umumnya tak suka membual dengan target. Anda juga paling malas beradu argumen untuk mempertahankan pendapat. Kalau pendapat Anda sudah dipatahkan, Anda lebih memilih pasrah. Padahal belum tentu juga pendapat Anda salah dan yang mendebat Anda benar. 

Untuk menyiasati masalah ini, cobalah bermain dengan data. Tak harus ngomong panjang lebar berbusa, Anda bisa meyakinkan atasan dengan data-data yang akurat. Dengan begitu, apa yang kita ungkapkan benar adanya dan tak mengada-ada. 

Bila bicara soal target, sebutkan angka pastinya. Misal dengan bilang, "Target saya bulan depan, penjualan meningkat 25 perjualan dari bulan ini." Nah kalau to the point seperti ini, atasan pun merasa puas dan bisa menilai kemampuan kita yang sebenarnya.

"Bos, Tolong dong!"
Ketika merasa ada yang tak dimengerti dan kurang dipahami, jangan sungkan bertanya dan minta bantuan pada atasan. Ungkapkan bahwa kita membutuhkan bimbingannya untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik. 

Menurut Nancy, pendekatan ini berfungsi untuk menekankan bahwa atasan juga bertanggungjawab membantu kita untuk sukses. Dengan cara ini, kita akan terlihat bijaksana dan bisa bekerjasama dengan atasan. Siapa tahu, berikutnya atasan mempercayakan Anda pada proyek penting.

"Sudah cantikkah saya?"Hal ini memang terlihat sepele, tapi menurut Nancy, penampilan akan banyak berbicara bahkan sebelum kita berbicara. Penampilan sangat dibutuhkan untuk menunjukkan sikap profesional. Penampilan yang baik juga menjadi pemicu kita untuk meraih sukses. 

Ingin jadi bos? Berpakaianlah seperti bos. Agar lebih menonjol di kantor, cobalah lebih berani dalam berpakaian. Pilihkah baju dengan warna-warna ceria seperti merah, fuschia, biru atau tosca. Tambahkan aksesori penunjang seperti kalung dan ikat pinggang. Ini akan membuat kita terlihat lebih segar dan bersemangat.  

"Coaching" Anak Buah Bukan Hanya Tugas Staf HRD


Seorang teman, dikunjungi oleh "career coach" dari kantor pusatnya di luar negeri. Mereka ngobrol mengenai masa depan karier yang bersangkutan. Di ujung diskusi, teman saya menyatakan sesuatu yang membuat sang coach terperangah. Ketika sang coach menanyakan apa yang dibutuhkan oleh teman saya untuk mendukung kariernya, ia meminta agar salah satu anak buahnya diperhatikan. Teman saya dengan serius mengatakan: “Karyawan ini harus dikembangkan”.

Ia bahkan “separuh mengancam” dan memberi alasan bahwa kalau anak buahnya itu tidak diperhatikan, maka perusahaan tidak bisa mendapatkan manfaat dari si karyawan ini. Mengapa sang coach begitu surprise? Ia mengatakan bahwa di seluruh organisasi, baru kali ini ia mendengar ada orang yang tidak memikirkan dirinya sendiri saja, tetapi juga anak buahnya.

Kita tentu bertanya-tanya, apakah gejala kurangnya concern atasan ke anak buah ini sudah menjadi umum? Inikah penyebab kelangkaan tumbuhnya pemimpin? Padahal, kita tahu persis ungkapan: “Orang hanya bisa berkembang menjadi leader, kalau dia bisa dan berhasil mengembangkan anak buahnya”. Ini berarti tidak hanya pengembangan diri anak buah yang tidak tersentuh, namun para atasan ini sendiri pun tidak berkembang menjadi pimpinan yang efektif.

Banyak kita mendengar pejabat atau pimpinan yang sudah terlalu sibuk sehingga pengembangan anak buah dan sumber daya manusia di sekitarnya seolah bukan urusannya. “Terlalu banyak substansi lain yang harus diurus. Biarlah pengembangan bawahan diurus oleh ‘ahlinya’”.

Ya, tidak sedikit orang lepas tangan dan menganggap ini adalah tugas dan tanggung jawab divisi sumber daya manusia, tidak termasuk dalam job description sebagai pimpinan. Bukankah jarang kita mendengar pejabat tinggi melakukan mentoring atau coaching, serta secara langsung memperbaiki kesalahan dan mengarahkan bawahan yang dilakukan dengan fokus untuk pengembangan bawahan? Apakah substansi bisnis, politik, proyek yang demikian kompleksnya, menyebabkan minat terhadap perkembangan anak buah sebagai aset terpenting ini tersisihkan?

Memang kita bisa melihat satu-dua leader akan tumbuh sendiri dengan cara yang tidak disadari organisasi, namun bukan produk organisasi yang memang berniat menciptakan leaders secara massal. Tidakkah kurang tumbuhnya penerus yang “kuat” di masa depan tidak dilihat sebagai ancaman yang serius?

Bermain manusia
Sumber kesalahan kita, bila kita mengeluh tentang langkanya kepemimpinan, adalah karena kita sendiri kurang banyak berminat pada manusia. Meski dalam keseharian kita berkomunikasi, bergaul, berempati, namun seberapa jauh kita siap untuk menggarap perkembangan orang lain? Apakah kita betul-betul berminat dan antusias untuk mengkotak-katik mindset-nya, habit-nya, ke-"bisa"-annya, sikapnya, mimpinya, sampai anak buah betul-betul mempunyai peluang untuk maju?

Kita melihat saat ini banyak perusahaan mengembangkan penilaian kinerja online, di mana semua analisa, penghargaan, pujian, ataupun teguran dilakukan oleh pimpinan pada anak buahnya secara tertulis. Hal ini memang efisien, tetapi pertanyaannya, apakah kita cukup mempunyai feel terhadap anak buah, mendeteksi potensi dan kompetensinya, mencatat perkembangan dan aspirasinya, bila tidak bicara dari hati ke hati? Padahal kita semua mengerti bahwa bila ada kesenjangan hubungan hati antara atasan dan bawahan, mustahil kita bisa melahirkan bibit-bibit leader yang baru secara produktif.

Membina bawahan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan membina pemain sepakbola. Pertama-tama, kita perlu memandangnya sebagai suatu fenomena yang menyenangkan. Bagaimana tidak? Ada praktek, ada standar, harapan, dan agenda yang berbeda-beda di setiap individu. Permainan ini pasti melibatkan friksi, miskomunikasi, dan pembinaan rasa percaya. Ini memang permainannya, tidak mungkin dihindari. Hanya dengan penguasaan ini, anggota tim akan merasakan passion dan terlepas dari sense of duty yang berat.

Kita sering mendengar alasan seseorang keluar dari tempat kerjanya karena situasi tidak fun lagi. “Fun” seperti inilah yang perlu diciptakan seorang bermental coach di lingkungan kerjanya. Individu dalam kelompok perlu merasakan bahwa ia dituntut untuk menjadi "a better player" yang membutuhkan kemampuan problem solving, bersaing, dan  menciptakan hasil yang memuaskan. Baru dalam situasi inilah, seorang anggota tim akan merelakan waktu luangnya untuk mengerjakan pe-ernya demi penguatan sikap kerja dan kualitas kerja yang lebih baik.

Think: Journey
Kekuatan mental seseorang yang punya keahlian coaching adalah kemampuannya melatih bawahan atau anggota timnya untuk menghindari distraksi, penolakan, kelelahan, dan berkonsentrasi untuk memperpanjang nafas dalam melakukan tugas.

Di sinilah jam terbang seorang pemimpin berperan karena akan lebih mudah baginya untuk membuktikan pada bawahan bahwa ketangguhan akan menjadi jawaban atas kesuksesan bawahan. Seorang bermental coach tahu cara mendampingi individu ketika bertransisi dari satu situasi lama ke baru. Ia perlu mendampingi anak buahnya ketika meng-”oper gigi” dalam berkinerja. Ia pun perlu mengajari time awareness pada anak buahnya, baik awareness yang diukur dengan stopwatch, maupun kalender.

Hal yang juga sangat penting dalam coaching adalah kekuatan mengajarkan pada anak buah bagaimana menyikapi kesuksesan dan kegagalan. Bawahan harus tahu bahwa kariernya adalah perjuangan, karena itu ketangguhan untuk menghadapi pasang-surutlah yang harus dipompakan kepadanya. Sebetulnya prinsip dalam membimbing anak buah simpel saja: “They good, you care. They bad, you care. They fall, you‘re there.”

Orang yang punya passion pada manusia dan rajin dalam membimbing orang lain untuk maju, jarang sekali kita lihat meninggalkan tim atau menikmati hari tua dengan bersedih. Ia pasti terpuaskan melihat hasil bimbingannya, apalagi kalau berhasil menurunkan ketrampilan, pengetahuan, dan melihat anak buah menjadi lebih canggih dalam "bermain" dan ber"taktik". Bukankah kehidupan ini memang mempunyai sifat suksesif? Tidakkah kita ingin meninggalkan hidup dan dikenang sebagai legenda karena keberhasilan mensukseskan orang lain?

Pentingnya Role Model dan Mentoring untuk Sukses


Banyak anak muda Indonesia yang tak tahu cara meraih mimpi, mencapai sukses, bahkan tidak berani bermimpi. Mereka memilih untuk menjalani saja apa yang ada saat ini. Ketika punya mimpi pun, tak sedikit yang kehilangan arah dalam mewujudkannya.

Masalah ini dialami baik kalangan mahasiswa yang bersiap memasuki dunia kerja, maupun first jobber dan yang sudah lama berkarier tapi mandek karena tak tahu apa passion-nya, dan harus berbuat apa untuk meningkatkan kariernya.

Pengusaha berusia 31, penulis buku Young On Top, Billy Boen, mengatakan, kebanyakan anak muda yang tak tahu apa passion-nya. Mereka tak tahu apa yang diinginkan, sehingga terjebak dalam keadaan yang menghambatnya meraih kesuksesan.

"Problemnya di Indonesia kurang role model. Terlalu banyak berita negatif di media massa. Jadi banyak anak muda menjalani apa yang ada sekarang saja, dan tidak punya mimpi. Butuh role model dan dukungan yang memfasilitasi anak muda untuk meraih sukses, untuk diri dan lingkungannya, supaya anak muda punya kontribusi dan memiliki pandangan yang lebih positif," jelas Billy, saat peluncuran program Nivea for Men - Men In Mission di Jakarta, Rabu (10/10/2012).

Sukses bagi Billy adalah apabila seseorang mampu mencapai apa yang diimpikan dari awal. Juga hidup seimbang, antara karier, keluarga harmonis, memiliki teman yang banyak, serta mampu bersenang-senang dan menikmati hidup. Sukses juga bisa bermakna seseorang bisa melakukan perubahan dalam diri sehingga bisa membuat perubahan positif bagi lingkungannya. Kesuksesan ini bisa diraih siapa saja, asal punya passion dan mimpi, serta melakukan aksi nyata menuju kesuksesan itu.

Sayangnya, banyak anak muda tidak tahu apa passion-nya. Tak banyak orang yang bekerja sepenuh hati karena merasa happy. Banyak juga yang tidak tahu arah mengenai apa yang akan dicapainya. Problem lainnya adalah, kurangnya keinginan kuat untuk melakukan perubahan yang mendorong seseorang bekerja untuk berkontribusi, bukan sekadar mematuhi tugas dari perusahaan atau atasan.

"Sukses itu menular ke orang lain. Setiap orang bisa menjadi mentor bagi yang lainnya untuk meraih sukses. Enggak asik kalau sukses sendirian," ungkapnya.

Karenanya penting bagi generasi muda memiliki mentor, role model yang mendukungnya meraih sukses. Selain role model dan mentoring, anak muda juga perlu memupuk kepercayaan diri. Billy mengatakan percaya diri artinya memahami kelebihan dan kekurangan diri. Penampilan pun perlu diperhatikan, bukan dengan melihat merek pakaian tapi lebih kepada menghargai orang lain dengan penampilan yang tepat.

"Ada orang yang sukses tapi tak memedulikan penampilannya. Tapi kita juga bisa memberikan penghargaan terhadap orang lain dengan menjaga penampilan. Penampilan yang tepat memberikan aura berbeda dan membuat kita lebih percaya diri karenanya," jelas Billy.

Kunci sukses lainnya adakah memiliki action plan. Ada gol spesifik dan langkah spesifik yang dilakukan untuk meraih sukses. Semua hal ini bisa diraih dengan berani bermimpi dan menemukan passion. Lagi-lagi, mentoring dan role model menjadi pendorongnya.

Billy mengungkapkan, sistem pendidikan Indonesia tidak menyiapkan mahasiswa tingkat akhir untuk memasuki dunia kerja. Di sinilah mentoring sebenarnya berperan. Dan anak muda Indonesia tak banyak memiliki kesempatan ini.

"Saya belajar di luar negeri dan di tingkat akhir saya belajar cara membuat CV yang baik, cara menghadapi wawancara, dengan begitu kita lebih siap memasuki dunia kerja," tutur pria yang sukses meraih posisi General Manager perusahaan bidang fashion di usia 26, dan menjadi Direktur pada usia 29, hingga akhirnya mendirikan perusahaan sendiri saat ini.

Billy menunjukkan bagaimana dengan passion yang kuat dan mimpi yang besar, didukung role model dari mentoring, seseorang bisa menikmati kesuksesan.

"Sejak kecil saya bercita-cita jadi bos, saya tidak tahu apa artinya. Saya bisa menjadi GM di usia 26 tahun karena mencolong start, menyelesaikan S1 dalam 2 tahun 8 bulan, dan melanjutkan S2. Saya tahu apa yang mau dicapai. Dan attitude juga penting, bagaimana kita menghargai orang lain dan mau belajar," kisahnya.

Billy meraih sukses bermodalkan passion, mimpi, juga aksi nyata, tanpa terlepas dari mentoring yang diyakininya berdampak besar pada diri anak muda.

Trik Wawancara Saat Pindah Kerja


Mengapa pindah kerja? Pertanyaan ini sering muncul saat wawancara kerja, terutama ketika Anda baru saja meninggalkan kantor lama. Banyak yang terganjal di wawancara kerja karena salah memberikan jawaban. Erina Collins, agen rekruitmen di Los Angeles, memberikan tip agar Anda tidak terpeleset lidah saat menjawab pertanyaan saat wawancara kerja.

1. Jangan curhat tentang atasan.
Menjawab bahwa Anda tidak suka dengan atasan. Apalagi curhat tentang sikap atasan yang Anda anggap tidak menyenangkan pada pewawancara.

Misal: "Atasan suka membuat saya jengkel karena gemar memberikan pekerjaan tambahan, sudah gitu gaju saya enggak naik-naik pula."

Kalau Anda menyatakan hal ini saat wawancara kerja, pewawancara akan berpikir bahwa Anda akan melakukan hal yang sama ketika pindah kerja dari perusahaan tersebut.

2. Bicara taktis dan diplomatis.
Jangan pernah memberikan jawaban yang menjelekkan tempat kerja lama Anda atau apa pun yang konotasinya negatif. Keburukan yang lama, cukup Anda curhatkan pada sahabat saja.

Sebaiknya katakan: "Saya menginginkan suasana kerja yang teratur dan terjadwal." Atau katakan, "Gaji saya sebenarnya baik-baik saja, tapi saya tentu akan senang kalau ada peluang peningkatan gaji di tempat lain."

Bisa juga dengan menjawab, "Suasana kantornya menyenangkan, saya belajar banyak di tempat lama, tapi saya merasa inilah saatnya saya mengembangkan sayap lebih lebar lagi di tempat baru."

Mengatasi Rasa Takut Gagal Saat Bekerja


 Apakah Anda takut menghadapi berbagai hal dalam hidup? Ternyata ketakutan ini dipengaruhi oleh jenis kelamin seseorang. Menurut penelitian yang dilakukan University of Massachusetts di Boston, perempuan dianggap kurang berani menghadapi resiko karena takut gagal. Namun, ternyata hal ini tidak sepenuhnya benar.

Julie Nelson, chairwoman dari fakultas ekonomi di universitas tersebut mengungkapkan, pada beberapa bagian seperti pengaturan keuangan dan ekonomi, perempuan lebih berani menanggung resiko dibandingkan pria.
"Lebih tepatnya, perempuan dan laki-laki sebenarnya memiliki perilaku dan keberanian menanggung resiko yang sama dalam hal pengaturan keuangan," tukasnya.

Hanya saja, selama ini perempuan sering dianggap tak terlalu berperan di perusahaan. Akibatnya, perempuan sering merasa bahwa mereka tidak seharusnya berperan untuk mengambil resiko, demikian menurut Esther Rothblum, PhD, dari San Diego University. Tak heran, karena tidak biasa melakukan hal ini perempuan jadi merasa takut gagal ketika melakukan segala sesuatu.

Lantas apakah Anda ingin berhenti mencoba hal-hal baru karena takut gagal? Sebaiknya tidak. Berikut cara yang bisa digunakan untuk mengatasi rasa takut gagal dalam diri Anda.

1. Carilah pertanyaan terbesar dari ketakutan Anda

Perempuan kadang enggan menghadapi resiko. "Ini disebabkan adanya tingkat perfeksionisme yang tinggi dari diri Anda. Anda punya ketakutan tersendiri atas apa yang dipikirkan orang lain terhadap perbuatan Anda. Dan ini membuat Anda rendah diri," tukas Rothblum.

Akibatnya, Anda hanya punya sedikit keberanian dalam mengambil resiko atas berbagai hal yang sebenarnya bisa Anda lakukan lebih baik. Cara mengatasinya, mulailah untuk yakin pada diri sendiri bahwa Anda mampu melakukan hal tersebut sebaik-baiknya. Jangan terlalu memikirkan apa yang akan dikatakan orang lain. Jika perlu carilah sosok yang bisa menginpirasi dan meningkatkan kepercayaan diri Anda dalam menghadapi tantangan.

2. Carilah dukungan
Sebelum memulai melakukan sesuatu, berhentilah untuk membayangkan berbagai kemungkinan negatif yang akan terjadi. Karena belum tentu hal ini bisa terjadi pada Anda, salah-salah justru membuat Anda jadi pesimis.

Tak ada salahnya untuk mencari dukungan dari teman, keluarga, atau pasangan Anda. Ajak mereka ngobrol tentang masalah yang dihadapi, dan minta mereka untuk mendukung Anda agar lebih bersemangat menghadapi tantangan.

3. Yakin pada diri sendiri

Setiap orang memiliki kemampuan yang hebat dalam dirinya, hanya saja belum semua orang menyadarinya. Mengambil resiko untuk menjawab tantangan memang cukup berat, namun yakinlah bahwa Anda bisa melewatinya dan mendapatkan hasil yang baik. Tentu dalam setiap hal yang dilakukan, Anda akan mendapatkan risiko yang mungkin buruk. Hanya saja ini bukan akhir dari segalanya.

Daripada khawatir tentang hal buruk yang belum terjadi, pikirkan berbagai hal baik dan ingatlah bahwa Anda tidak akan tahu jika Anda tidak pernah mencobanya. 

Gemar Pindah Kerja Tak Bikin Gaji Lebih Besar


 Banyak perusahaan saat ini menghadapi problem yang sama: karyawan muda yang merasa bekerja selama setahun rasanya sudah seperti 10 tahun. Akibatnya, tingkat pergantian karyawan baru di perusahaan cenderung tinggi. Setelah bekerja paling lama 1,5 tahun, karyawan yang bersangkutan memilih untuk mengundurkan diri. Alasannya, untuk mengejar gaji yang lebih baik di perusahaan lain.

Tetapi benarkah demikian? Penelitian dari Stanford Graduate School of Business membuktikan, meskipun kurangnya kesetiaan karyawan dari Generasi Y ini menjadi masalah buat perusahaan, namun hal itu juga menimbulkan masalah keuangan untuk karyawan itu sendiri.

Job hopper, atau si kutu loncat, orang yang gemar berpindah-pindah kerja itu, sebenarnya penghasilannya lebih sedikit ketimbang mereka yang memilih bekerja lebih lama di satu perusahaan, demikian menurut penelitian yang dipimpin oleh Kathryn Shaw, profesor dari Stanford itu. Mereka yang memiliki pengalaman lima tahun bekerja di perusahaan yang sama rata-rata menerima kenaikan gaji tahunan 8 persen, lebih tinggi ketimbang para job hopper yang menerima kenaikan gaji tahunan 5 persen. Karyawan yang loyal juga cenderung lebih produktif dan kreatif ketimbang yang sering berpindah kerja.

"Berpindah kerja terus-menerus untuk mencoba mengejar gaji yang paling baik itu sebenarnya tidak dianjurkan. Kalau Anda mempekerjakan seseorang yang memiliki penghasilan tinggi saat ini, dan melihat sumber-sumber penghasilannya, apa yang mereka lakukan untuk mencapai penghasilan tinggi tersebut, dan bagaimana melakukannya, adalah dengan bekerja pada satu atau dua perusahaan, bukan yang berpindah kerja terus-menerus," papar Shaw, yang meneliti 50.000 karyawan perusahaan software di Silicon Valley.

Pendapatnya disepakati oleh Richard Dukas, CEO Dukas Public Relations, sebuah agensi PR finansial. Menurutnya, orang boleh saja berpindah-pindah kerja jika niatnya adalah untuk mencari karier yang lebih baik, atau untuk mendapatkan lebih banyak tantangan. Dan, ketika melakukan wawancara kerja, si kutu loncat tetap harus berhati-hati mengenai alasan mereka melakukannya.

"Jika Anda ingin mengejar peluang lain, lakukan dengan alasan-alasan yang tepat, dan jangan terlalu sering melakukannya. Lakukan karena Anda masih mencari karier yang tepat untuk diri Anda, mencari panggilan atau passionAnda," ujarnya. Lagipula, kadang-kadang ada situasi di mana Anda memang sudah waktunya resign dan mencari tantangan baru.

Selain itu, Dukas menambahkan, perusahaan akan mudah menangkap gelagat bila alasan Anda terus-menerus berganti pekerjaan adalah karena Anda mengejar jabatan dan gaji lebih besar. Pada akhirnya, motivasi Anda ini akan berbalik merugikan Anda. Beberapa perusahaan tetap lebih mengutamakan karyawan yang memiliki loyalitas tinggi. Selain itu, mengejar gaji besar tanpa mencintai pekerjaannya juga akan membuat Anda tidak bekerja dengan totalitas yang diinginkan perusahaan.

Menjadi Pribadi Hebat di Balik Layar


Meraih kesuksesan dalam menjalankan pekerjaan atau profesi apa pun, merupakan pencapaian penting dalam karier. Tapi bagaimana seseorang memandang kesuksesan atau memandang dirinya hebat?

Kebanyakan orang akan melihat kesuksesan atau merasa hebat ketika ia bisa tampil terdepan, muncul sebagai "sang bintang". Mereka yang berada di balik layar tak merasa sukses atau tak merasa hebat, bahkan meremehkan dirinya sendiri. Dengan kata lain, ketika seseorang melakukan pekerjaan besar, dilihat banyak orang, ia merasa sukses. Sementara ketika melakukan hal kecil yang tak tampak di permukaan, ia lantas tak merasa hebat dalam pekerjaannya. Padahal, hal besar yang tampak di permukaan, takkan ada artinya tanpa pekerjaan "tak tampak" yang dilakukan banyak orang di balik layar.

Tak perlu merasa berkecil hati atau merasa gagal ketika bekerja di balik layar, tutur Sapto Soetarjo, talent scoutternama, berpengalaman sejak 1999 dalam mencari dan menyeleksi talenta di bidang entertainment. Dari pengalamannya menyaring talenta untuk kebutuhan industri hiburan, Sapto mengaku lebih memahami karakter seseorang. Ia mengatakan, pekerjaannya sebagai talent scout tak berbeda dengan HRD pada perusahaan, yang berhubungan dengan SDM.

Menurut Sapto, keinginan seseorang, terutama kalangan muda, untuk selalu tampil dan eksis di depan layar, banyak ditemui di dunia hiburan. Tampil dan populer menjadi ukuran kesuksesan atau kehebatan seseorang. Padahal, untuk sukses di dunia hiburan, tak selalu harus tampil di depan. Mereka yang berada di balik layar juga punya andil besar dan berkontribusi terhadap kesuksesan. Dan semestinya mereka yang di balik layar pun menghargai dirinya, menikmati kesuksesan dengan perannya masing-masing, dan susah sepatutnya merasa bangga atas apa yang dikerjakannya.

"Memang harus ada penyanyi, tapi pemain gitar juga penting. Di balik layar, ada orang yang mengurusi listrik dan tata suara, ini sama pentingnya. Tanpa ada mereka di balik layar, semua yang tampak di depan itu tak ada artinya. Figuran dalam sebuah film juga sama pentingnya dengan pemeran utama. Penulis, stylist, hingga pembuat kopi itu penting, satu kesatuan. Jangan hanya melihat apa yang muncul di layar. Dan jangan membatasi diri karenanya," tutur Sapto saat dihubungi Kompas Female beberapa waktu lalu.

Sapto mengatakan, pekerjaan apa pun yang dilakukan, nikmati saja dan berproseslah dengannya. Jangan cepat merasa gagal ketika Anda ingin memulai karier di film, berawal dengan menjadi figuran misalnya, atau dengan melakukan pekerjaan di balik layar. Muncul di layar bukan satu-satunya ukuran kesuksesan. Dan hal ini pun berlaku di semua bidang, bukan hanya hiburan tapi juga di dunia pekerjaan pada umumnya.

"Jalani semua prosesnya, tak perlu berkecil hati ketika mendapat peran kecil, dan tak tampil di depan. Tak semua orang harus tampil di depan layar. Di balik kehebatan seorang presiden misalnya, banyak orang yang punya andil di balik layar," jelasnya.

Berbekal pemahaman ini, Sapto meyakini, anak muda yang kebanyakan ingin serba instan, bisa perlahan menghargai proses termasuk dalam berbagai bidang karier yang digelutinya. Kesuksesan atau kehebatan apa pun bisa diraih dengan kemauan dan semangat tinggi, serta keberanian untuk menjalani proses.

Langkahnya sederhana, dengan bersikap tak mudah merasa gagal saat menjalani peran kecil, dengan tetap merasa berarti dan menghargai diri atas peran atau pekerjaan apa pun yang diberikan. Dari sikap inilah tumbuh pribadi yang lebih percaya diri dan siap menyambut kesuksesan. Jadi, jangan pernah meremehkan peran apa pun yang diberikan kepada Anda dalam pekerjaan. Sekecil apa pun peran Anda, ada andil besar di dalamnya.

Mengukur Kekuatan Aset "Intangible"


Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di peringkat 2 dunia, di bawah China, tentu saja kabar baik bagi kita semua. Tumbuhnya ekonomi di India dan China yang membutuhkan batubara dan gas menyebabkan pertambangan Indonesia bertambah makmur. Kebutuhan dunia akan minyak sawit masih bisa terjawab oleh perkembangan pertanian sawit sampai ke pelosok-pelosok negara kita.

Ibarat kereta yang ditarik 11 kuda tangkas, pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mencapai 6,1 persen dikabarkan bahkan bisa tumbuh lebih jauh lagi hingga mencapai 7,2 persen. Sebagai efeknya, daya tarik investasi Indonesia pun bergerak naik.

Catatan menunjukkan pasar domestik berkembang. Golongan menengah berkembang, daya beli kita tetap kuat meski kita tahu beberapa negara dilanda krisis berat. Konsumsi motor, mobil, handphone, es krim, alat kecantikan tak ada habisnya. Merek-merek dunia secara besar-besaran memasarkan produknya sebagaimana bisa kita lihat dari berbagai billboard raksasa di jalan-jalan protokol.

Bila kita ibaratkan negara kita sebagai perusahaan, maka perhitungan tahunan, baik laba rugi dan neraca, semuanya menunjukkan perkembangan positif. Dengan perkataan lain, Indonesia sedang menikmati keuntungan.

Meski di atas kertas memperoleh rapor positif, dilemanya, kita kerap mengeluhkan tidak adanya kemajuan, bahkan kemunduran dalam layanan publik. Jalan rusak, stasiun tidak terawat, pelayanan kesehatan yang mahal, juga kendaraan umum yang tidak nyaman. Lebih jauh lagi, kita juga terus mengeluhkan mengenai mentalitas, etika, korupsi, tidak adanya sopan santun, krisis kepercayaan, lemahnya fairness, dan banyak lagi hal-hal yang terasa timpang.

Kita tentu bertanya-tanya, apakah kedua persepsi ini memang tidak sejalan? Apakah ukuran kemajuan sebuah lembaga, perusahaan, atau negara semata tercermin dari kesehatan necara, labarugi, dan cash flow-nya saja? Bila memang demikian, tidak heran para pejabat atau pimpinan perusahaan sering kurang peduli dengan realitas di lapangan, karena catatan finansial positif.

Di samping ukuran tangible yang terekam dalam catatan finansial, seberapa jauh kita memperhitungkan betapa berharganya opini pelanggan terhadap lembaga kita? Seberapa serius kita memperhitungkan opini para turis terhadap masyarakat kita? Di samping catatan pendapatan perusahaan, seberapa jauh kita memastikan kepuasan pelanggan terhadap produk, proses, dan servis kita? Sadarkah bahwa aset intangible seperti reputasi, image, spirit, sense of belonging, dan knowhow adalah penentu kekuatan kita di masa depan?

Mengukur sukses
Ada perusahaan yang dinilai sukses karena budayanya, sikap manusianya, servisnya, padahal perusahaan belum tentu untung. Hanya saja, pemimpinnya sangat optimis bahwa keuntungan akan ia raih di masa depan. Negara yang belum terlalu kinclong seperti Vietnam, saat ini memfokuskan perbaikan pendidikan dan infrastruktur, sementara hitungan kemajuan ekonominya di mata dunia masih belum diperhitungkan.
Kita tentu tidak boleh terjebak dalam ukuran populer yang lebih digunakan di masa lampau, saat “knowledge economy” belum berkembang. Kita perlu secara strategis menghitung  tabungan knowledge yang kita punyai sebagai modal untuk maju di seputar 300 juta rakyat Indonesia. Kita tidak boleh lupa bahwa Human Development Index (HDI) Indonesia masih berada di peringkat 124 dari 187 negara, yang berarti kualitas hidup dan kesejahteraan masih jauh dari memuaskan.
Pada tingkat perusahaan, apakah kita masih menghargai buruh sebatas pada tenaga fisiknya saja? Seberapa jauh kita telah menghubungkan kekuatan lain selain uang yang bisa menciptakan nilai tambah pada sasaran kita?

Meski menghitung aset intangible tidak semudah menghitung laporan rugi-laba, namun tidak berarti kita tidak usah memperhitungkannya. Aset seperti reputasi maupun “knowhow” yang ada dalam diri individu memang tidak bisa kita akui sebagai harta lembaga maupun perusahaan. Aset ini bagaikan angin, bisa hilang, musnah, bahkan bisa menipu seolah-olah ada tapi tidak ada. Individu yang telah kita biayai dan didik hingga pandai tetap punya pilihan bebas ke mana ia akan meletakkan komitmen dan kompetensinya, bahkan meski telah menandatangani kontrak sekalipun.
Meski begitu, tetap saja kita tidak punya alasan untuk tidak berinvestasi pada pengembangan aset intangible ini karena ia sangat erat kaitannya dengan aset yang teraga. Bukankan image dan reputasi ini yang menyebabkan pelanggan kembali? Bila pelanggan tidak happy, bukankah ini akan sangat berpengaruh terhadap bisnis kita di masa depan? Bila kompetensi karyawan tidak dikembangkan, bagaimana kita akan mendapatkan proyek bergengsi ataupun berkompetisi dengan organisasi lain? Bagi para pimpinan dan eksekutif di bidang HRD, ini jelas berarti betapa pengembangan manusia harus dilakukan secara serius dan perlu dilakukan bersamaan dengan penguatanengagement.

Kekuatan aset intangible
Upah karyawan memang ada di dalam neraca perusahaan dan tercatat sebagai biaya. Sebaliknya, jumlah kepandaian, spirit, dan kemampuan karyawan dalam berhubungan dengan orang lain tidak pernah tercatat sebagai aset. Padahal, Southwest Airlines, jelas bangkit dari kebangkrutan bukan karena harta yang teraga, tetapi justru karena spirit dan keinginan karyawannya untuk memperbaiki pelayanan.


Namun, sungguh ketinggalan jaman bila kita masih memandang manusia sebagai biaya dan bukan aset yang perlu dijaga dan ditumbuhkan. Pengembangan budaya positif, talent development, inisiatif untuk menciptakan tempat kerja yang nyaman dan positif bukanlah pekerjaan sambilan, sebaliknya ini butuh komitmen, bahkan investasi yang tidak sedikit.

Kita perlu sadar bahwa kita tidak lagi sekadar melakukan efisiensi tetapi justru mengupayakan bagaimana manusia bisa membuat bisnis lebih efektif. Setiap orang perlu menjadi pembaca data yang andal sehingga setiap orang mengeluarkan output yang canggih, cerdas, dan membuat "business impact". Perusahaan, bahkan Negara perlu berupaya untuk mengelola informasi dan  antar karyawan atau warga, sehingga terjadi saling mengerti yang mendalam mengenai mindset masing-masing.
Para manager dan karyawan perlu melek data untuk menunjang keputusan yang tepat dan cepat. Kecepatan gerak, yang tadinya dianggap sebagai suatu ciri budaya sesungguhnya bisa dijadikan aset, karena kecepatan bisa membuat pelanggan terpesona.



4 Langkah Mengubah Status Magang Menjadi Karyawan

Jika Anda sedang magang di sebuah perusahaan serta berniat menjadi pegawai tetap di perusahaan tersebut. Berikut ada beberapa hal yang bisa Anda tunjukan pada perusahaan Anda layak menjadi karyawan.

1. Cari tahu
Ketika Anda sedang magang,jangan segan buat menghabiskan waktu untuk mengenal budaya perusahaan serta  target mereka di masa depan. Pastikan untuk bertanya tersedianya posisi permanen di perusahaan. Jika kebetulan Anda magang untuk sebuah perusahaan besar, minta jadwal bertemu dengan departemen sumber daya manusia kantor itu. Inisiatif selalu menjadi jalur cepat untuk sukses!

2. Tepati tengat waktu
Jika Anda menginginkan kesempatan untuk bergabung saatnya unjuk gigi.  Kerjakan tugas dengan sebaik mungkin, serta bersedia melakukan tugas di luar job desk Anda.  Ini tidak berarti Anda harus tinggal sampai tengah malam setiap hari. Tidak ada cara yang lebih baik daripada untuk menunjukkan kerja keras Anda dengan  menyelesaikan tugas sebelum diminta. Atasan pasti akan memperhatikan inisiatif Anda dan mudah-mudahan menyadari bahwa memiliki Anda dalam posisi yang lebih permanen bisa menghemat waktu dan uang perusahaan!

3. Catat keberhasilan Anda
Apakah itu sebuah ide yang datang dari Anda dan dijadikan proyek? Membantu sebuah penyelesaian pekerjaan  tim. Ada banyak cara untuk menunjukkan Anda telah berkerja dengan baik dalam membantu perusahaan mencapai misinya.  Kemudian ketika saatnya untuk evaluasi, Anda akan memiliki fakta-fakta untuk mendukung Anda!

4. Membangun Hubungan
Tidak ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan daripada mengenal seseorang.  Jadilah yang pertama  menawarkan untuk membantu dan menjadi pemain tim. Tunjukan sikap dan kepribadian yang membawa suasana yang segar,  tunjukan Anda cukup unik untuk membawa sesuatu yang berbeda  dan cocok dengan  tim. Anda tidak ingin secara eksplisit meminta pekerjaan segera. Antusiasme adalah kunci ketika mencoba untuk mengubah pekerjaan magang  ke langkah karir yang layak.

6 Alasan Pindah Kerja

Tak hanya karena jenuh yang membuat kita mempertimbangkan untuk pindah kerja, ada beberapa alasan lain yang juga seringkali membuka keinginan untuk mencari pekerjaan lain. Selain itu, ada masanya kita perlu menantang diri sendiri untuk meninggalkan comfort zone agar lebih berkembang dan produktif. Berikut enam alasan populer karyawan pindah kerja.

1. Karier mentok.
Bekerja tanpa ada peningkatan karier akan membuat kita terjebak dalan pekerjaan yang sama bertahun-tahun. Belum lagi jika penilaian hasil kerja tak jelas dan tak ada kepastian untuk mendapat promosi. Kondisi ini akan membuat kita merasa menyia-nyiakan waktu dan masa depan. Tak heran bila alasan ini yang menjadi motivasi banyak karyawan untuk pindah kerja.

2. Minim apresiasi.
Anda merasa sudah berusaha mengerahkan seluruh tenaga dan pikiran untuk menghasilkan karya terbaik. Namun, apa yang kita kerjakan seringkali dipandang sebelah mata. Jangankan memberi penghargaan, sedikit pujian pun tak pernah terdengar. Bagi atasan, tugas Anda adalah menyelesaikan kewajiban. Jadi, tak perlu mengharapkan imbalan apa pun setelah mengerjakannya. Padahal, penghargaan sekecil apa pun memiliki efek yang besar untuk meningkatkan semangat bekerja lebih baik lagi.

3. Mengejar karier impian.
Apakah pekerjaan yang kita tekuni saat ini sudah sesuai keinginan dan impian? Bekerja hanya demi punya pekerjaan atau uang semata ttidak akan membuat hati bahagia. Karena itu, mulailah persiapkan diri melirik pekerjaan lain yang sesuai dengan minat dan impian. Gaji lebih kecil? Tenang, selama kita mencintai apa yang kita kerjakan, kita pasti akan selalu memberikan yang terbaik. Kalau sudah begini, percayalah kesuksesan akan segera mengikuti.


4. Gaji stagnan.
Alias tidak merangkak naik setelah Anda bertahun-tahun kerja. Tawaran gaji yang lebih besar dan fasilitas lebih lengkap biasanya menjadi alasan terbesar yang diinginkan setiap orang ketika memutuskan pindah ke tempat lain. 

Hasil survei yang dilakukan oleh perusahaan rekrutmen, Hudson, mengungkapkan bahwa harapan kenaikan gaji menjadi satu-satunya alasan pindah kerja. Karena itulah 8 dari 10 perusahaan selalu khawatir kehilangan karyawan terbaiknya.

5. "Tua di jalan".
Kondisi lalu lintas saat ini, terutama di wilayah Jakarta sudah semakin parah dan tak bersahabat. Kita menghabiskan waktu 2-3 jam perjalanan dari kantor menuju rumah. Tak hanya lelah fisik, kindisi ini seringkali juga membuat kita merasa "tua di jalan". 

Kantornya enak, suasana menyenangkan, tapi kita harus berangkat pukul 05.00 pagi agar tiba di kantor tepat waktu. Begitu pun saat pulang kantor. Kelelahan dalam waktu yang panjang inilah yang kemudian akan membuat kita mempertimbangkan untuk berkarier di perusahaan lain yang lokasinya lebih dekat rumah.

6. Stres dan tertekan.

Tak sedikit orang yang stres dalam bekerja. Entah itu karena pekerjaan yang menumpuk, target tinggi perusahaan yang harus tercapai, atau pun atasan yang selalu menuntut. Jika sering merasakan stres dalam bekerja. Segera cari penyebab dan solusinya. Pasalnya stres dan tekanan pekerjaaan rentan menjadi pemicu berbagai penyakit. 

Sebuah hasil studi yang dilakukan tim ilmuwan asal Denmark dan telah diterbit dalam jurnal Occupational and Enviromental Medicine, menyatakan pekerjaan dengan tekanan tinggi dapat memicu penyakit kardiovaskular pada perempuan bekerja. Nah, kalau sudah tak bisa diminimalisir, silahkan mencari pekerjaan di perusahaan lain.

Minggu, 02 Desember 2012

Mengalahkan Kompetitor dengan "Flirting"?

Ketika melihat perempuan lain memiliki banyak hal yang lebih menyenangkan dan dianggap lebih baik dari Anda, biasanya akan ada perasaan iri dan tak suka. Dibandingkan memuji, Anda pasti lebih sering mencibirnya. Padahal sebenarnya, flirting dan memuji perempuan lain itu ternyata bisa memiliki dampak yang signifikan pada hubungan pada hubungan pertemanan Anda.  

"Teknik godaan bagi para perempuan ini bisa digunakan menjadi alat sosial yang sangat baik," tukas Dr Sandi Mann, dosen senior psikologi di University of Central Lancashire, Inggris. 

Namun, jangan bayangkan godaan-godaan ini seperti godaan yang Anda lakukan untuk menarik perhatian lawan jenis. Beberapa godaan yang bisa dilakukan terhadap teman perempuan ini misalnya, memuji pakaian yang mereka gunakan, memuji tampilannya hari itu dan lain-lain. Menurutnya, flirtingbisa menjadi salah satu cara untuk menunjukkan kepada teman perempuan bahwa Anda menyukainya dan berniat menjadi sahabatnya. Hal ini akan sangat berarti terutama saat berada di ruang kerja, karena beberapa perempuan sering menganggap bahwa rekan kerjanya adalah kompetitornya di kantor. "Untuk menghilangkan kesan bahwa Anda adalah ancaman baginya, sesekali tunjukkan niat baik Anda dengan menggodanya," sarannya. 

Ia menambahkan bahwa flirting juga bisa menjadi salah satu cara yang paling efektif untuk menunjukkan kedekatan Anda dengan seseorang. Menggoda seorang teman secara tidak langsung memberi sinyal pemberitahuan kepada orang-orang bahwa Anda dan dia adalah teman akrab. Dalam satu hari, paling tidak 63 persen orang menggoda temannya lima kali.

Namun, yang harus diingat adalah jangan sampai menggoda hingga menyakiti hatinya. Beri pujian yang tulus, baik, dan lucu kepadanya sehingga tidak terdengar palsu atau Anda sedang menjilat. Misalnya dengan memuji teman yang menggunakan gaun yang terlihat sangat pas dengannya. Namun jangan curahkan pujian Anda untuk gaunnya saja tapi juga tentang diri pribadinya, misalnya tanyakan kiatnya mendapatkan pinggang yang kecil dan terlihat sempurna saat dibalut gaun tersebut. Di antara dua perempuan heteroseksual, flirting merupakan cara yang bisa membantu Anda untuk klikdengan seseorang dan membangun hubungan yang baik. "Kuncinya adalah membuat orang lain senang dengan perhatian Anda," katanya.

Selain membantu Anda untuk mendapatkan banyak teman, Sue Hamer Psikolog dari Harley Street Therapy mengungkapkan bahwa flirting juga bisa membantu orang lain merasa lebih baik tentang diri sendiri dan meningkatkan kepercayaan diri mereka. 

Jika dilakukan dengan cara yang tepat, flirting juga bisa membuat perempuan merasa hebat, dan fantastis untuk meningkatkan kepercayaan diri dan relasi pertemanan. Jadi kenapa tak coba untuk memberikan pujian, sedikit bercanda, kontak mata terhadap teman perempuan Anda?

7 Tren di Dunia Kerja

Tren selalu berubah-ubah, termasuk aturan di dunia kerja. Aturan kerja baru yang kini banyak di terapkan oleh perusahaan modern, lebih fleksibel dan kompetitif. 

1. Loyalitas atau pengalaman?
Dulu, loyalitas nomor satu. Sekarang, pengalaman adalah kuncinya. Dulu makin lama kita bekerja di satu perusahaan dianggap loyal sehingga mendapatkan peluang lebih bagus ketimbang junior. Tetapi, kini pencapaian diukur bukan berdasarkan lamanya bekerja, melainkan ilmu, pengalaman, dan kemapanan yang didapatkan.

Tips :
* Mempunyai sederet pengalaman kerja memang membuat CV terlihat baik. Tetapi, lamanya kita 'menetap' dalam suatu perusahaan juga diperhitungkan. Maka itu, usahakan  tidak hengkang sebelum masa kerja satu tahun.

* Jika fresh graduate, usahakan memiliki masa kerja satu sampai dua tahun di perusahaan pertama. Dengan begitu kemampuan kita semakin matang dan CV lebih menjual.

2. Kompetitor bukan ancaman.
Takut para kompetitor? kuno! Kompetitor saat ini lebih dianggap sebagai tantangan agar memacu kita menjadi lebih baik lagi. Dulu, kompetitor menjadi semacam ancaman, namun kini jadikan kompetitor sebagai alat ukur, 'sparing partner' dan tentu saja pemacu kreativitas. 

Tips :
* Rajin me-review hasil kerja dan bandingkan dengan usaha yang dilakukan kompetitor. Jika mereka melakukan 100 persen, berikan 200 persen agar kemampuan kita semakin terasah dan berkembang.

3. Jam kerja fleksibel.
Dulu, jam kerja cenderung kaku, berawal pukul 08:00 segera pulang pukul 17:00. Kini, bekerja lebih fleksibel, memenuhi standar 8-9 jam per hari, plus networking.

Kini banyak perusahaan yang menerapkan jam kantor lebih fleksibel. Maksudnya bukan berarti Anda boleh setiap hari datang siang, tapi waktu kerja Anda di luar jam kantor juga diperhitungkan. Anda diharapkan aktif menjalin networking di luar jam kantor. 

Jika dulu setelah bekerja kita langsung pulang ke rumah kini eranya adalah pulang kerja dilanjutkan dengan acara hangout bersama relasi atau menghadiri undangan office party. Ini adalah kesempatan kita untuk bertemu banyak orang penting dan memperluas networking. Biasanya deal-deal bisnis juga terjadi di sini.

Tips : 
* Waktu yang fleksibel bukan berarti kita bisa mencuri-curi waktu untuk kepentingan pribadi. Perusahaan akan tetap menilai kedisiplinan karyawannya.
* Bersosialisasi dengan rekan kerja juga penting. Sempatkan makan siang bersama mereka agar terjalin kekompakan.

4. Bersuara atau diam?

Dulu, boleh jadi karyawan terlarang bilang "tidak", sekarang eranya untuk mengungkapkan pendapat. Berani berpendapat menjadi karakter para pekerja saat ini. Pasalnya, atasan juga manusia yang bisa melakukan kesalahan. Jangan ragu berdebat jika Anda mengetahui apa yang lebih baik, tapi pastikan punya alasan yang kuat dan cerdas untuk mendukung jawaban Anda

Tips :
* Utarakan dengan sopan. Ingat, dia tetap bos Anda. Jangan sampai kita di cap sok pintar atau ingin menggurui si Bos.
* Hindari mengutarakan hal yang frontal di depan umum. Lebih baik masuk ke dalam ruangannya, dan bicarakan empat mata.

5. Hubungan atasan-bawahan lebih cair.
Dulu kita menganggap bos adalah 'dewa' yang harus ditakuti. Baru melihat 'penampakannya' dari jauh saja kita sudah grogi. Bahkan pembicaraan di pagi hari hanya sebatas sapaan, "Selamat pagi, pak/bu"

Tapi sekarang hubungan atasan bawahan makin cair. Punya pengalaman seru atau lucu? Jangan ragu berbagi dengan atasan. Tidak ada salahnya sesekali ngobrol bareng. Dengan begitu hubungan dengan atasan tidak kaku, bertukar pikiran pun menjadi lebih santai.

Tips :
* Sebelum ngobrol, kenali dulu pribadi dan minatnya agar Anda mendapatkan respons yang baik. Pastikan waktunya pas, misalnya ketika makan siang.

6. Membantu tapi bukan prioritas.
Dulu, asas gotong royong masih kental, namun bukan berarti masa kini lebih individualistis. Niat baik untuk membantu rekan kerja tetap ada, namun bukan menjadi prioritas. 

Persaingan yang ketat dalam dunia kerja cenderung memacu kita berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik. Membantu teman memang penting, namun lebih penting dahulukan pekerjaan sendiri. Jangan sampai kebaikan hati Anda membuat pekerjaan dan tanggung jawab sendiri jadi terbengkalai. Anda bisa bilang. "Akan saya bantu setelah pekerjaan selesai".

Tips :
* Bila keadaan sangat tidak memungkinkan untuk membantu rekan kerja, misalnya Anda sedang dikejar deadline, jangan ragu menolak dan katakan. "Maaf, saya tidak bisa membantu".

7. Tak harus ke kantor.
Dulu, bekerja harus dengan duduk manis di kantor, sekarang dengan kemudahan teknologi, bekerja bisa dilakukan di mana saja. Perkembangan teknologi semakin memudahkan kita untuk bekerja di mana saja dan kapan saja. Apalagi banyak sekali tempat umum seperti kafe dan taman yang sudah memiliki wi-fi. Dengan begitu kita pun tidak harus bekerja di atas meja kantor. Yang penting setoran pekerjaan lancar dan Anda tetap bisa di hubungi kapan pun.

Tips :
* Pastikan Anda bisa dihubungi kapan saja oleh si Bos atau rekan kerja, misalnya via telepon atau messenger.

Melihat Foto "Lucu" Bisa Meningkatkan Kinerja


Apa hubungannya? Bisa jadi hal tersebutlah yang terbesit dalam pikiran Anda saat membaca judul. Namun, sebuah  penelitian baru mengungkapkan bahwa melihat gambar lucu bayi bintang tidak hanya membuat Anda merasa senang dan hangat, tapi benar-benar dapat meningkatkan kinerja kerja dan membantu Anda berkonsentrasi.
Studi ini berasal dari para peneliti di Universitas Hiroshima, Jepang. Dalam bahasa Jepang, "kawaii" yang berarti lucu dan sehingga laporan diberi judul 'Power of Kawaii".

Melalui tiga percobaan terpisah tim ilmuwan menemukan bahwa orang menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari konsentrasi yang ditunjukkan gambar-gambar anak-anak anjing atau kucing.
Sekitar 132 mahasiswa yang dibagi menjadi tiga kelompok, seperti yang dilansir Wall Street Journal. Setiap kelompok diberi tugas yang berbeda. Tugas yang pertama adalah seperti permainan operasi, peserta harus berhasil mengambil benda-benda kecil dari lubang tanpa menyentuh bagian sisi lubangnya.

Kelompok kedua diminta untuk menemukan angka yang diberikan dari urutan angka acak dalam batas waktu tertentu. Dalam kedua tugas berikut, mereka harus melakukannya dua kali - sebelum dan setelah melihat tujuh gambar anak anjing dan anak kucing atau gambar binatang versi dewasanya.
Dalam beberapa percobaan, salah satu sesi peserta ditunjukan gambar makanan seperti steak, pasta dan sushi untuk melihat hubungan gambar menyenangkan bisa menimbulkan efek yang sama seperti gambar anak kucing yang lucu.
Hasilnya dalam tugas pertama atau permainan Operasi, para peserta yang ditunjukkan gambar anak anjing dan anak kucing melakukan tugas mereka dengan lebih baik daripada mereka yang melihat kucing dan anjing dewasa. Skor kinerja pun meningkat sebesar 44 persen.

Dalam percobaan angka, menunjukkan bahwa melihat gambar lucu meningkatkan perhatian. Kelompok yang melihat anak kucing dan anak anjing lebih akurat 16 persen. Mereka juga lebih cepat 13 persen. Tidak ada perubahan di antara kelompok-kelompok yang melihat kucing dan anjing, dan gambar makanan.

“ Kawaii tidak hanya membuat kita bahagia, tetapi juga memengaruhi perilaku kita, "tulis para peneliti, yang dipimpin oleh psikolog kognitif Hiroshi Nittono. "Studi ini menunjukkan bahwa melihat hal-hal lucu meningkatkan kinerja dalam tugas-tugas berikutnya yang membutuhkan kejelian perilaku, mungkin dengan mempersempit luasnya fokus attentional."



Kapan Jadi Karyawan Tetap?

Ada beberapa hal yang bisa menjadi bahan pertimbangan. Lihat besarnya peluang untuk jadi karyawan tetap. Bila menjadi karyawan tetap merupakan salah satu target utama Anda, maka telusuri secara lebih akurat, bagaimana peluang Anda menjadi karyawan tetap. Mana yang proyeksinya lebih pasti, apakah di perusahaan sekarang, ataukah di perusahaan lain yang sedang mengincar.

Cari tahu lebih jauh ke pihak SDM mau pun pihak lain yang tahu lebih persis regulasi, kebijakan dan bisnis perusahaan Anda, apakah besar peluang Anda untuk menjadi pegawai tetap, serta seberapa lama bisa Anda capai. Bila peluangnya kecil, maka tentunya perusahaan tempat Anda bekerja sekarang cenderung kurang menjawab kebutuhan Anda dalam hal status karyawan.

Sementara untuk estimasi kontrak enam bulan untuk selanjutnya diangkat menjadi karyawan tetap di perusahaan yang saat ini menawarkan peluang kepada Anda, ada baiknya Anda cek terlebih dulu ketepatan janjinya. Cari tahu, baik dari karyawan yang saat ini bekerja maupun yang pernah bekerja di sana, atau dari SDM perusahaan. Jangan sampai tawaran ini hanya sebatas iming-iming agar Anda tergerak pindah, atau memang janji yang cenderung akan terpenuhi.

Tanyakan apakah mungkin kesepakatan dituangkan dalam perjanjian tertulis, sehingga lebih bersifat formil dan mengikat? Bila perusahaan bersedia memenuhi hal ini dan peluang Anda untuk diangkat menjadi karyawan tetap cenderung pasti, maka perusahaan yang baru, lebih menjanjikan dan memenuhi aspirasi Anda sebagai karyawan tetap.

Kamis, 08 November 2012

5 Cara Dapatkan Promosi


ika Anda sedang berharap mendapat promosi namun kerapkali terlewatkan, jangan bingung dan stres. Sebenarnya ini sangat bergantung pada apa yang akan dilakukan kedepan. Coba perhatikan beberapa kiat dari Lindsay Olson  (mitra pendiri dan PR perekrut Staffing Paradigma dan Hoojobs.com),berikut yang dapat mempengaruhi jenjang karir Anda.

1. Tahan emosi negatif.
Jika Anda merasa layak akan promosi dan tak mendapatkannya, Anda mungkin akan marah, bingung dan meluap-luap. Coba tahan dulu emosi sampai Anda tahu seluruh situasinya. Bagaimanapun, Anda mungkin tidak tahu seluruh cerita dibalik sebuah promosi yang didapat rekan yang lain. Bisa jadi, rekan tersebut lebih berkualitas daripada Anda. Atau mungkin, atasan sedang memiliki visi untuk meletakkan Anda di  peran yang berbeda.
Apapun yang Anda rasakan, cobalah bersikap diplomatis dan netral dalam bereaksi. Melepas emosi tidak membuat Anda meraih posisi yang lebih baik. Sebaliknya, luangkan waktu berkumpul kembali dengan rekan kerja dan pertimbangkan langkah selanjutnya.

2. Temukan kebenaran.
Jika Anda telah merasa nyaman, berbicaralah dengan atasan tentang hal ini. Dari sana Anda dapat menemukan beberapa kunci untuk lebih  meningkatkan  diri Anda. Bisa jadi, ada kekurangan di salah satu kualifikasi yang diperlukan untuk sebuah promosi. Jika demikian, fokus pada peningkatan keahlian Anda sehingga di lain waktu atasan tidak punya alasan untuk tak memberi Anda promosi. Ini lebih baik ketimbang merajuk karena Anda tidak dipromosikan. Sebaiknya gunakan ini sebagai pengalaman belajar agar lebih baik secara profesional.

3. Atur ancangan diri sendiri.
Berbekal informasi mengenai bidang profesional yang butuh dikembangkan, buat rencana bagaimana Anda akan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk naik jenjang karir di perusahaan. Kendati Anda dapat menetapkan ancangan internal secara pribadi yang ingin dicapai, Anda juga dapat berbicara dengan atasan untuk menetapkan rencana mencapai ancangan tertentu dan dipertimbangkan pada sebuah promosi.
Pastikan ancangan ini jelas terdefinisi. Kadangkala, perusahaan sudah menetapkan apa yang dicari. Buatlah daftar dan sepakati bersama-sama.

4. Tips meningkatkan peluang mendapatkan promosi di kesempatan kedua
Jika telah mengetahui keterampilan yang dibutuhkan untuk posisi yang Anda inginkan, lakukan upaya untuk mendapatkan keterampilan yang kurang. Cobalah   meningkatkan diri untuk meraih kesempatan dipromosikan. Bisa dengan mengambil kelas, pelatihan, atau terlibat dalam proyek-proyek tambahan.
Jangan merusak hubungan dengan atasan, hanya karena atasan tidak mempromosikan bukan berarti dia tidak berpikir Anda seorang pekerja terampil. Jaga jalur komunikasi tetap terbuka.
Sepakati tolok ukur untuk mencapai atau memenuhi syarat promosi di waktu berikutnya. Anda juga dapat berbicara dengan orang lain yang telah naik jabatan untuk mendapat saran tentang bagaimana agar lebih sesuai dengan persyaratan promosi.
Tetap jaga jaringan! Karena, semakin banyak orang yang ditemui, mereka dapat memberi Anda saran yang dapat membantu.

5. Waktunya undur diri.
Kadang-kadang orang tidak dipromosikan bukan karena kurangnya jasa yang diberikan pada perusahaan, akan tetapi hanya karena perusahaan atau atasan bias maupun tidak punya niat menawarkan jabatan bagi karyawan yang berkualitas dan layak. Dalam situasi ini, Anda mungkin perlu mempertimbangkan alih pekerjaan. Sebagai seorang karyawan, Anda pasti ingin diakui atas kerja keras yang sudah dilakukan. Dan, jika Anda tidak mendapatkannya setelah beberapa tahun mengabdi maupun setelah berbicara dengan atasan dan memperbaiki diri inilah saatnya yang tepat untuk pergi dari perusahaan ini.
Jika tidak ada harapan untuk dapat dipromosikan, Anda mungkin perlu mencari kesempatan di perusahaan atau divisi lain. Jujurlah pada diri sendiri, bisa jadi terlewat dari sebuah kesempatan promosi berarti Anda tak cocok untuk pekerjaan saat ini. Anda perlu mempertimbangkan peran lain.